Panggilan tak Terjawab

Sore itu hujan turun. Kebetulan urusan kuliahku sudah kelar, sehingga aku sudah sampai di kosan untuk beristirahat. 

Sempurna!

Tak ada tugas, tak ada tuntutan. Hanya tinggallah aku sendiri di ruang ini. Dan merdunya nyanyian hujan. 
Tak perlu waktu lama hingga aku hanyut dalam dunia imajiku yang ku ciptakan sendiri. Manisnya kopi ku sruput. Manis sekali, semanis kisah-kisah kita yang sedang terputar. Masa lalu memang indah ketika dikenang. Atau lebih tepatnya, hujan adalah waktu yang tepat untuk sejenak kembali ke masa-masa indah yang telah lalu bersamamu. 

Entah mengapa, mengingatmu adalah hobiku. Dengan begitu, aku dapat tersenyum menghadapi dunia seraya tertawa untuk menertawai diriku yang bodoh. Kamu dan hujan adalah dua hal yang magis apabila bersatu. Dinginnya hujan bahkan tak mampu melawan hangatnya senyummu. 

"Tring.." Handphoneku berdering. Seketika senyummu buyar. Wajahmu samar. Tentangmu lenyap.

"jhfbhjehwihdjbsudfhydbl huyunudhsfgbdykhnvhsjbnchscbfhjks"

"djsnciusifrhcnhbfazuazhe7vnygnchaigfhyamouyfnfhjdvb hbdfkhhabfahubvhabahdfkjahbnjhfbm"

"dcjaiuhgcniayuegnfciyaehmcoeuihnoaymyfgnciyertcnieyfmaiuehcjuiyecjuiaufcygnyucgnuaeygjcyuaceyucngyu"

Tiga pesan bagaikan sandi telah mengetuk ponselku. 
Pesan itu muncul lagi dan lagi, hampir setiap hari. Biasanya aku mengabaikan pesan itu, seolah tak ada apa-apa. Namun, berhubung hari ini aku sedang santai dan senyum hangatnya telah pergi, ku tanggapilah pesan itu dengan respon yang sama ketika dulu baru pertama kali ku menanggapinya.

"Ada apa, Bon?"

"Kepencet mi, maafkan, hehe," jawabnya, yang juga selalu sama. 

Begitulah bagaimana selama ini aku dan Abon berkomunikasi. Hanya sebatas pesan yang tidak sengaja kepencet, aku yang menanyakan ada apa, dan klarifikasi darinya yang menyatakan bahwa itu adalah tak sengaja.

Hingga suatu ketika, Abon meneleponku. Jika biasanya hanya pesan yang tidak sengaja kepencet, maka akan ku abaikan. Namun, jikalau telepon dan ternyata adalah suatu hal yang penting, maka aku tak bisa untuk hanya mengabaikannya. 

"1 panggilan tak terjawab dari Abon" 

Aku telat memencet tombol akibat terlalu lama berpikir. 

Ya, normalnya, aku adalah orang yang paling tidak suka ditelepon apalagi menelepon. Ku pikir Abon tahu itu, karena kita dulu teman sekelas. Namun, itu pengecualian jika ku pikir ada hal penting, karena, Abon bukanlah tipe orang yang hanya iseng ingin membuatku marah dengan meneleponku.
Jika memang hal penting, pasti dia akan menelepon kembali. Begitu pikirku. 

Selang beberapa menit, ada pemberitahuan bahwa si Abon telah meneleponku 5 kali. 
Oh tidak, ponselku dalam mode diam dan aku tidak mendengarnya. 

"Ada apa Bon? maaf tadi aku tidak dengar," tanyaku sembari merasa bersalah, takut melewatkan sesuatu yang penting.
"Kepencet mi, sory, hehe," 

Fyuh..Ku kira ada hal mendadak apa. Ternyata hanya kepencet. Syukurlah jika memang begitu. 

Waktu terus berlalu. Setahun lebih sudah ku lewati hari-hari dipenuhi dengan wajahmu, kenangan kita, dan pesan serta panggilan kepencet dari si Abon. 
Benar, tak terasa, mengabaikan pesan dan panggilan tak sengaja dari Abon telah menjadi rutinitasku selama setahun ini. Ya, karena memang kepencet, jadi mau gimana lagi, begitu pikirku. 

Terkadang, aku berpikir. Mengapa Abon selalu saja tidak sengaja kepencet, entah dalam bentuk sms atau telepon. Apakah selama ini handphonenya tidak pernah dikunci? Atau kuncinya tidak sengaja terbuka? Dan kalau hal ini terjadi hampir setiap hari, mengapa Abon tidak mengantisipasinya agar tidak terulang lagi keesokan harinya? Padahal, sms juga membutuhkan pulsa. Apakah dia kebanyakan pulsa sehingga beberapa kali kepencetpun tak masalah baginya? Dan kenapa sms serta panggilan itu selalu kepencet menujuku? Apakah karena saking seringnya kepencet, kontakku menjadi yang teratas di riwayat panggilan dan smsnya?

"aejhdubchbkcngcnkhdbnkwhgmcjurgbcnfgybcnkfcincehfcnjkebcuykwejfhncjhekcheufckuywegj"

Ah, entahlah. Sms dari Abon menghentikan pemikiranku yang tak penting itu. Ya, selama sms dan misscall dari Abon tidak mengganggu kelangsungan hidupku, aku memutuskan untuk tetap mengabaikannya. 




***

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer