Impian?

Apakah orang malas sepertiku punya impian? 
Ya, sepertinya dulu aku punya. 

Impian, apa sih impian itu? 
Hehe entahlah, mungkin sesuatu yang ku impikan? Wkwkwk maap tidak menjawab pertanyaan. 

Dulu sejak SMP aku senang menulis. Menulis buku harian dengan bahasa alaynya, wkwk tapi rutin ku lakukan setiap hari. 
Dan juga, menulis puisi. Hehe. 
Setiap bulan, atau setiap apa ya, aku sempatkan menulis puisi, dan beberapa ku tempelkan di mading sekolah. Hehe, gatau si, bagus atau tidak, tapi menurutku itu puisi terbaikku saat itu. 

Selain menulis puisi untuk mading, aku juga menulis puisi untuk ku kumpulkan, waktu itu, sampai sebelum lulus SMP, sepertinya sudah ada 2 buku antologi puisiku. Wkwk. Lol. 

Ketika SMA, aku sudah jarang menulis puisi. Seingatku aku menulis lagi, untuk pelajaran seni musik, hehe saat itu tugasnya adalah membuat lirik lagu. Seingatku, itu cukup bagus deh, haha.. tapi gaya penulisannya berbeda jauh dengan puisiku ketika SMP. Hehe mungkin karena referensiku sudah beda kali ya.

Sebenarnya sejak SMA, aku sudah tidak begitu tertarik dengan puisi. Namun, ketika pelajaran bahasa indonesia, aku ingat, saat itu aku menemukan puisi karya Sitor Situmorang, yang berjudul "Malam Lebaran". Hehe saat itu, aku kembali takjub pada puisi, dan mungkin ada sedikit keinginan untuk membuat lagi. Lalu, aku menemukan juga beberapa puisi lain. Dan, tentu saja aku menemukan puisi karya Sapardi Djoko Damono, diantaranya berjudul "Hujan Bulan Juni" dan "Aku Ingin". Hehe saat itu, aku mengagumi sosok Sapardi Djoko Damono, dan mengagumi puisi-puisi buatan beliau. 

Ketika lulus SMA dan kuliah, aku juga sering menulis, namun bukan puisi, lebih kepada curahan hati saja. Hehe. Tapi isinya sedih-sedih semua. Entahlah, aku malas juga membacanya lagi. Wkwk. 

Sepertinya, saat 2 Mei, aku ikut aksi di universitasku, dan aku sedikit kecewa. Lalu ku tuangkan kekecewaanku dalam sebuah tulisan, berupa puisi. Itulah pertama kalinya, selama masa kuliah, aku menulis bukan tentang kesedihan, namun kekecewaan. 

Lalu, beberapa bulan kemudian, aku mengikuti event lomba puisi nasional, entahlah siapa yang mengadakan, berhubung biayanya gratis, jadi aku ikut saja. Aku mengikuti lomba tersebut dengan puisi yang ku buat tanggal 2 mei tersebut, tentu saja dengan beberapa revisi. Meskipun pada akhirnya tidak menang, tapi lumayan, aku terpilih menjadi kontributor, hehe. Kontributor sepertinya merupakan 100 puisi terbaik, dari total 3000an puisi yang ikut berpartisipasi saat itu. 

Kemudian setahun kemudian aku juga mengikuti lomba puisi nasional. Dan aku membuat puisi baru. Dan kali ini pun tidak menang, hehe dan hanya sebatas kontributor lagi. Hehe ya sudah, tidak masalah. Mungkin kemampuanku memang mentok sampai disitu.

Lalu, seingatku sejak saat itu aku tidak begitu tertarik lagi dengan puisi. Hingga suatu ketika aku pergi ke toko buku, dan entah kenapa aku membaca puisi karya Sapardi DD, berjudul Marsinah. Hehe, aku tertarik dengan judulnya, karena kebetulan aku sedikit tahu kasus marsinah. Setelah membaca puisi tersebut, aku kembali jatuh cinta dengan puisi, dan saat itu aku sepertinya punya impian, aku ingin menjadi ahli forensik. 

Mungkin sedikit jauh, mengapa aku ingin jadi ahli forensik padahal aku sedang membaca puisi marsinah? 

Karena, ketika kuliah forensik, dosenku bercerita jikalau beliau dan tim masih menyelidiki kasus Marsinah. Dari situ beliau sedikit menjelaskan mengenai kasusnya. Saat itu aku hanya berpikir, "Untuk apa usaha sebegitunya, padahal itu kan kasus lama, lagipula kalau pelakunya ketahuan juga mungkin sudah meninggal," 
Hehe, sungguh pikiran yang tidak punya hati nurani. Hehe, soalnya, saat itu aku beranggapan, kasus lama itu pasti sulit untuk diungkap. Orang-orangnya mungkin sudah ganti, bukti-bukti mungkin juga beberapa sudah hilang. Jadi, untuk apa berusaha sebegitunya untuk kasus yang kemungkinan terungkapnya sangat kecil?

Namun setelah membaca puisi Marsinah, aku baru menyadari. Dosenku dan timnya, berusaha semampunya, karena percaya, bahwa keadilan itu ada. Keadilan tidak memiliki batas kadaluarsa. Untuk itu mereka masih mengusahakan. Dan ketika itu, dadaku sakit, hehe, sepertinya nuraniku belum mati-mati amat. 

Hehe entahlah, jika kau tanya, mengapa aku ingin jadi ahli forensik? Jawabanku akan sangat klise, aku ingin membantu menemukan titik terang dalam proses peradilan. Ya, itu saja. Seperti basicnya forensik, memang seperti itu. Wkwkwk. 

Hehe berkat puisi, aku jadi punya impian. Entahlah, akan terwujud atau tidak, wkwk, aku juga malas S2 wkwk. Yang jelas, aku sudah berusaha mempelajari forensik semampuku dan semaksimal mungkin, hehe, dan kebetulan nilaiku juga mengikuti. Meskipun nanti pada akhirnya impianku tidak terwujud, tidak masalah. Aku akan tetap mencintai forensik, dan tidak akan berhenti untuk mempelajarinya. 

Hehe terakhir, tentang puisi. Aku menuliskan puisi di akhir masa kuliah S1ku, dalam sebuah halaman persembahan. Dalam skripsiku yang tidak seberapa itu. Hehe. Tapi aku senang setelah menulisnya, aku lega. Hehe lagi-lagi, itu karena puisi. Puisi membuatku lega. Hehe. 

Sekian.

Komentar

Postingan Populer