[Review] Novel dan Film Dilan
[Review]
Siapa sih
yang gak tau Dilan?
Aku!
Tapi itu
pada tahun 1996, karena aku baru saja lahir, jadi tidak tertarik membaca novel.
Lagipula novelnya belum dibuat. Hehe, tuh kan ketularan Dilan.
Hingga
detik ini, cerita mengenai Dilan dapat dinikmati dalam bentuk Novel dan Film.
Konon sebelum dijadikan novel, cerita ini merupakan cerita panjang dari kisah
nyata kawan sang penulis, yang dimuat
dalam blog. Ternyata novelnya sukses dan para penggemar terus meminta agar
novel tersebut divisualisasikan. Dan... Jeng...jeng... Akhirnya diangkatlah
novel tersebut dalam film layar lebar dan baru saja tayang di bioskop Januari
tahun ini.
Novel Dilan
merupakan trilogi, dari yang pertama yaitu berjudul “Dilan : Dia adalah Dilanku
Tahun 1990”, “Dilan : Dia adalah Dilanku Tahun 1991”, dan “Milea : Suara dari
Dilan”. Novel karya Pidi Baiq tersebut diterbitkan oleh DAR! Mizan dengan
jumlah halaman masing-masing berkisar 300-an halaman dan telah berkali-kali
dicetak ulang. Tentu, Pidi Baiq mendapat royalti karena kesuksesan tersebut. Ketiga
novel tersebut menggunakan sudut pandang orang pertama tunggal, dengan Milea sebagai
“aku” pada novel pertama dan kedua, sedangkan pada novel ketiga diceritakan
berdasarkan sudut pandang Dilan.
Novel
pertama, yaitu “Dilan : Dia adalah Dilanku tahun 1990” menceritakan awal
pertemuan antara Dilan dan Milea hingga akhirnya mereka resmi berpacaran. Novel
kedua yang berjudul “Dilan : Dia adalah Dilanku tahun 1991” berkisah tentang
masa pacaran Milea dan Dilan hingga akhirnya harus kandas dan bagaimana
kehidupan mereka setelah itu. Novel ketiga yang berjudul “Milea : Suara dari
Dilan”, merupakan cerita dari sudut pandang Dilan, sehingga melengkapi kisah yang
belum diceritakan Milea pada novel sebelumnya.
Aku tidak
akan membahas mengenai ceritanya, nanti spoiler. Silahkan baca sendiri biar
kalian tahu bagaimana sensasinya, hehe.
Langsung saja,
berikut pendapat saya setelah membaca novel dan menonton filmnya..
Pada
dasarnya cerita yang diangkat pada novel ini adalah biasa, yaitu gadis pindahan
dari kota dan cantik, yang disukai banyak orang, hingga akhirnya bisa takluk
oleh seorang laki-laki dan kemudian berpacaran. Cerita yang ringan dikemas
dalam bahasa sederhana, namun mampu membawa pembaca larut dalam suasana.
Penggambaran tokoh dan latar yang cukup detail membuat pembaca berandai-andari
dalam imajinasinya masing-masing, seolah ikut menyaksikan peristiwa yang sedang
terjadi. Sosok Dilan sebagai tokoh utama yang unik dan kuat, ku akui mampu
mengaduk-aduk perasaan ketika membacanya. Meskipun kisah cinta mereka dipenuhi
dengan gombalan yang sedikit lebay (menurut saya), tapi itulah yang memberikan
gambaran khas gaya pacaran masa SMA. Kisah tersebut menarik untuk diikuti,
karena karakter Dilan yang unik, cerdas, nakal, romantis, humoris, dan penuh
kehangatan.
Namun bagiku, sosok Dilan sedikit tidak masuk
akal. Dia badboy, tapi goodboy. Duh, gimana ya wkwk. Dia gangster, tapi pintar.
Dia anggota geng motor dengan jabatan panglima tempur, sering berantem bahkan
tawuran, pernah ditusuk hingga koma, pernah ditahan di kantor polisi, tapi di
sisi lain dia pintar, selalu ranking satu atau dua, suka baca buku, dan menyayangi
keluarga. Hemm mungkin inilah sosok Dilan yang ada di otak Milea, entahlah,
kita tidak tahu kan?
Ketika
membaca novel pertama, rasanya seperti berbunga-bunga. Mulai dari cara
pendekatan Dilan ke Milea, bagaimana Dilan bersikap hangat ke Milea, bagaimana
kejutan-kejutan dari Dilan untuk Milea yang juga membuatku ikut terkejut,
hingga bagaimana Milea mampu ‘menjinakkan’ Dilan yang akan bertempur. Semua
cara Dilan, ku akui, unik, dan menurutku cukup dewasa untuk anak usia SMA.
Sikap Milea juga, ku akui, mampu mengimbangi Dilan yang unik.
Namun
ketika membaca novel kedua, rasanya sedikit menyesakkan. Bagaimana akhirnya
hubungan mereka kandas padahal sejatinya masih saling mencintai, hingga
akhirnya mereka hanya bisa saling merindu dalam diam. Ya, enggak juga si,
akhirnya mereka teleponan, hehe. Sungguh novel kedua membuatku sesak, mulai
dari Dilan dikeluarkan dari sekolah, Akew yang meninggal, Bu Rini yang
meninggal, Ayah Dilan meninggal, dan Putusnya hubungan Milea dengan Dilan.
Sebenarnya lebih menyesakkan cerita mereka setelah putus. Hiks, baca deh.
Novel
ketiga merupakan sudut pandang Dilan, seperti yang sudah ku jelaskan
sebelumnya. Bagaimana Dilan memandang Milea, bagaimana kisah-kisah Dilan
bersama teman-temannya, bagaimana ia mengenang Akew, mengenang Ayahnya,
mengungkapkan alasan mengapa ia tidak kunjung menghubungi Milea setelah putus,
perpisahan di warung Bi Eem karena lulus sekolah, bagaimana sikap Dilan
terhadap Milea setelah putus.
Sungguh,
membaca ketiga novel tersebut membuatku sedikit belajar dari tokoh-tokoh yang
ada di dalamnya, terutama Dilan. Yang paling ku sukai dari sosok Dilan adalah
bagaimana cara dia menempatkan diri. Bagaimana sikapnya kepada Milea, bagaimana
dia di geng motor, bagaimana dia terhadap teman non geng motor, bagaimana ia
terhadap keluarga, bagaimana dia terhadap orang yang lebih tua, bagaimana dia
terhadap guru, bagaimana ia terhadap polisi, dan bagaimana ia terhadap Milea
yang sudah punya pacar baru. Benar kata Milea, Dilan mungkin bukan orang baik,
tapi dia tidak kasar. Dia berkelahi, hanya jika ia merasa harga dirinya
diinjak. Dalam artian, dia tak akan memulai jika tidak ada yang menyulut api.
Misalnya, ketika berseteru dengan guru BP bernama Suripto. Dilan tidak akan
memukulnya jika Suripto tidak menamparnya dan menarik kerahnya (hingga hampir
terjengkang, kata Milea). Singkatnya, anda sopan Dilan segan. Seperti perilaku
Dilan kepada Bu Rini, dia bilang, ia sangat menghormati bu Rini, karena bu Rini
mau membicarakan harga kangkung di pasar, karena bu Rini orang baik, sehingga
ia tak mau menyakitinya.
Sikap Dilan
yang membuatku kagum adalah bagaimana ia mampu bersikap tenang dan berpikir
cepat ketika sedang berada dalam bahaya. Ia mampu bersikap tenang ketika Milea
datang diluar dugaannya untuk menggagalkan rencananya menyerang SMA lain. Tetap
tenang ketika sedang dimarahi orang tuanya. Tetap tenang ketika ditangkap
polisi (wkwk apa ini), dan selalu tersenyum ketika menghadapi Milea yang sedang
marah.
Selain itu,
tentu sikap inilah yang juga ku sukai dari sosok Dilan : Humoris. Karena aku
termasuk receh, jadi aku suka ketawa-ketawa sendiri ketika membaca novelnya.
Salah satu contoh humor receh yang ku suka :
Ceritanya
Milea dan Dilan sedang berada di warung Kang Ewok, lalu Dilan memesan minuman,
“Aku, kopi susu ditambah upil Kang Ewok” Jawab Dilan
“Neng? Mau dikasih upil juga?”
Wkwkwk mungkin
bagi kalian ini aneh, tapi bagiku lucu. Seperti kata Dilan, aku tidak akan
melarang kalian berpendapat, itu terserah kalian, tapi ini pendapatku, jadi
terserah aku.
Dilan juga
bertanggung jawab, terlihat dari bagaimana dia tidak pernah lari dari masalah. Hemm..
Dari sudut pandangku, Dilan sangat dewasa di usianya saat itu, bahkan lebih
dewasa dari pada aku sekarang yang berumur 20-an. Hemm..
Namun, aku
masih merasa sesak dengan kisah yang tertuang di novel tersebut. Bagaimana
Milea yang menjengkelkan, seperti mengekang Dilan. Tapi aku sadar, itu demi
kebaikan Dilan juga agar tidak bernasib sama seperti Akew yang meninggal karena
dikeroyok. Aku jadi kasihan dengan Dilan.
Andai saja,
Milea tidak pergi dengan Kang Adi ke ITB. Pasti paginya Milea tidak perlu ke
warung Bi Eem untuk mencari Dilan. Atau andai saja Dilan saat itu ada di warung
Bi Eem, pasti Milea tidak perlu bertengkar dengan Anhar. Atau andai saja Anhar
tidak rese, pasti Milea tidak nyolot hingga akhirnya ditampar Anhar. Andai saja
pertengkaran Anhar dan Milea tidak pernah terjadi, pasti Dilan tidak akan
menghajar Anhar habis-habisan. Andai saja....andai saja..
Andai saja
Dilan dan Anhar tidak berantem, pasti tidak akan ada warning dari sekolah kepada
mereka dengan masa percobaan 1 bulan. Andai saja mereka tidak berantem, pasti
kakaknya Anhar tidak akan mengeroyok Dilan untuk balas dendam. Atau andai saja
kakak Anhar tidak mendendam, pasti Dilan tidak berencana untuk membalas kakak
Anhar padahal ia masih dalam masa percobaan 1 bulan. Andai saja Dilan dan
teman-temannya tidak berkumpul untuk membalas kakaknya Anhar, tentu tidak akan
ditangkap polisi. Andai saja... andai saja...
Andai saja,
Dilan tidak berurusan dengan polisi, tentu Dilan tidak akan dikeluarkan dari
sekolah.
Setelah itu
muncul konflik-konflik lain yang menyebabkan Milea memutuskan Dilan. Padahal
mereka masih saling mencintai, masih saling merindu. Tapi mereka termakan
prasangkanya masing-masing, hingga akhirnya terlambat sudah untuk kembali
seperti dulu. Milea masih merindukan Dilan, meskipun sudah akan bertunangan
dengan Mas Herdi. Dilan juga sepertinya masih merindukan Milea, meskipun sudah
bersama Cika. Namun ku acungi jempol untuk Dilan yang tetap berusaha ikhlas dan
sabar, tetap memandang masa depan dan menyimpan Milea dalam kenangan.
Waduh,
ternyata cukup panjang ya, padahal film nya belum dibahas. Baiklah akan ku
bahas secara singkat saja.
Film
berjudul Dilan 1990 pada intinya sama seperti cerita dalam novel yang pertama,
yaitu “Dilan : Dia adalah Dilanku tahun 1990”. Sebelum diangkat ke dalam film,
aku selalu membayangkan sosok Dilan dengan muka Shuhei Nomura, wkwk, mungkin
karena dia identik dengan gaya suka nongkrongnya, bebas, badboy, usil, namun
bisa juga bersikap hangat. Tapi, mana mungkin kan yang memerankan Dilan adalah
Nomura Shuhei? Dilan kan menggunakan bahasa Indonesia yang baku, sedangkan
Shuhei tidak bisa bahasa Indonesia, hehe. Untuk itu, ketika nama pemerannya
diumumkan, aku biasa saja, tidak memasang ekspektasi apapun.
Setelah aku
menonton filmnya, memang alurnya sama seperti novel, namun ada beberapa bagian
yang lebih ringkas di film, mungkin karena durasinya hanya kurang-lebih 2 jam.
Ya iyalah, aku membaca novelnya saja 5 jam, hehe. Untuk itu saranku, sebelum
nonton filmnya, lebih baik baca novelnya dulu.
Iqbaal
Ramadhan yang memerankan tokoh Dilan, menurutku cukup bagus dan berhasil.
Usilnya dapet, nakalnya dapet, berantemnya boleh juga, sikap hangatnya juga
dapet. Meskipun tetap terlihat cute, tapi lumayan lah memerankan panglima
tempur. Sayangnya rambut iqbaal kurang berantakan, karena di novel digambarkan
bahwa rambutnya acak-acakan. Ya, ga begitu penting si.. Hemmm, tapi agak aneh
juga ketika Iqbal berbicara dengan bahasa baku, mungkin karena biasa mendengar
dia berbicara menggunakan bahasa gaul kali ya.. tapi overall, good job.
Tokoh Milea
diperankan oleh Vanesha. Meskipun menurutku di awal dia sedikit kaku, tapi
berhasil juga membawakan Milea yang asik dan berani. Terutama ketika dia datang
ke warung Bi Eem untuk mencegah Dilan agar tidak menyerang SMA lain. Mantep..
Kemudian
pemeran yang lain, menurutku cukup berhasil. Terutama Anhar yang mampu terlihat
sangat berandal dan mebuatku ikut kesal. Mungkin yang agak kaku bagian
percakapan antara Ibu Milea dan Bunda Dilan, Bunda Dilan harusnya bisa lebih
asik lagi. Peran Disa juga kurang gila, mungkin karena dialognya tidak banyak
kali ya.
Adegan
favoritku adalah ketika Dilan berantem dengan Suripto. Haha, lucu sekali Dilan
bagai kerasukan godzila, dan Suripto menghindar karena takut. Hingga akhirnya
kemarahan Dilan di ruang guru dan tutur katanya, membuat guru-guru juga tidak
bisa menyalahkannya. Menurutku, ekspresi marah sosok Dilan sangat keren.
Bagi kamu yang melankolis dan sentimental, membaca novel-novel ini akan sangat bermanfaat. Hampir setiap kata sangat bermakna. Hampir setiap kalimat bisa dijadikan quotes. Namun, jika menonton filmnya, karena aku tidak begitu suka film romantis, jadi adegan yang mampu membuatku melek adalah adegan berantemnya, wkwk, sisanya, agak bikin ngantuk. Ya mungkin karena aku nonton sendiri sedangkan yang lain berpasangan... hehe..
Bagi kamu yang melankolis dan sentimental, membaca novel-novel ini akan sangat bermanfaat. Hampir setiap kata sangat bermakna. Hampir setiap kalimat bisa dijadikan quotes. Namun, jika menonton filmnya, karena aku tidak begitu suka film romantis, jadi adegan yang mampu membuatku melek adalah adegan berantemnya, wkwk, sisanya, agak bikin ngantuk. Ya mungkin karena aku nonton sendiri sedangkan yang lain berpasangan... hehe..
Nomura shuhei nakal.. jadi inget 35sai no kokosei wkwk 😂 anyway nice ripiuw mi 👍 katanya ga ngasi spoiler tapi dengan baca review ini aku sudah cukup terspoiler wkwk 🤣
BalasHapusAku tahu Pidi Baiq dari twitter, tahu dia penulis novel terkenal. Tapi sama sekali belum pernah baca karyanya. Pas Dilan di angkat ke layar lebar, baru deh ketagihan sama tulisan nya 'Ayah'. Namun Dilan versi movie, menurutku malah kocak ^^ baper sih kalau nonton kebarengan bocah ABG :D haha
BalasHapus