(Bukan) Jodoh
Memandangi hijaunya daun bergemulai manja tertiup hembusan angin. Senja itu ada sebuah cerita yang terkisah. Hemm. Senyuman senja. Indah dan teduh, namun hanya sekejap hingga matahari ditelan malam sepenuhnya. Namun keindahan singkat itu tetaplah mengena. Indahnya senja diam-diam telah dirindukan oleh sebagian orang. Ya, tak semuanya merindukan senja, atau bahkan tak sempat merindukan senja.
Kata orang, seorang wanita sulit melupakan mantan kekasihnya. Kisah ini nyata dialami seorang wanita, teman ibuku. Cerita tertumpah ditemani segelas teh manis, sembari memandang anak kecil bermain dengan lincah kesana kemari. Lucu sekali anak itu. yaa anak seusianya memang tak mungkin tertarik dengan kisah yang diceritakan ibunya kala itu.
"Cinta tak direstui".
Sejenak dengan membaca kalimat itu, kita merasa sakit. Ada sedikit perhelatan dalam pikiran, akankah cinta tak direstui selalu berakhir dengan tragedi? Atau, akankah kedua insan tersebut dapat bangkit kemudian berbahagia dengan jodohnya yang sejati? Tentu kita mengharap, yang terakhirlah yang akan terjadi.
Perlahan tergoreslah cerita tentang "cinta tak direstui" itu, bahwasanya ada dua sejoli yang pada waktu itu sedang mencoba mengukir asmara. Sepasang kekasih. Telah bersama dalam waktu cukup lama. Saling mengerti tentang kelebihan dan kekurangan masing-masing. Bahkan tak ada kata "cacat" dalam kamus mereka. Karena cacat itu telah melebur menjadi sempurna. Begitu manis kisah cinta mereka, semanis senyum wanita itu saat mengenangnya. Manis, ketika mereka mampu melewati masa-masa tak menyenangkan dalam catatan cintanya. Mereka bahagia tetap bisa bertahan setelah sekian banyak diterpa cobaan. Hingga tibalah saatnya mereka memutuskan untuk menjalani jenjang yang resmi. Pernikahan.
Dalam budaya kedua insan itu, sebelum menikah hendaklah sang pria menemui orang tua sang wanita guna meminta izin untuk meminang putrinya. Lamaran, istilahnya. Tak sembarangan sang pria memutuskan untuk melamar. Sang pria harus sudah siap mental, dan juga siap jika nanti pahitnya dia ditolak. Dengan berbekal pekerjaan sebagai tentara, dan restu dari orang tua, pria tersebut dengan mantap melangkahkan kaki menuju rumah sang wanita. Bismillahirrohmanirrohim.
Ditemani kicauan burung, dan sejuknya angin pedesaan, senyum tergambar di wajah gagah pria tersebut. Ahh, rupanya dia tak dapat menyembunyikan kebahagiaannya, hingga burungpun turut bernyanyi sepanjang jalan. Jauhnya jarak bahkan terasa singkat, setelah pria itu menyadari bahwa ia telah sampai pada rumah yang dituju. Kini, tibalah saatnya sang pria mengutarakan maksud yang mengantarkannya datang kesana..
Pembicaraan yang cukup santai, ditemani teh tubruk khas pedesaan. Selolah menjadi tradisi, ada teh ketika ada seseorang bertamu. Namun pria tersebut hanya dapat bertemu dengan orang tua si wanita, karena sang wanita kebetulan sedang menempuh pendidikan untuk menjadi seorang tenaga medis. Namun itu tak menggentarkan kepercayaan diri sang pria untuk mengutarakan niatnya, bermaksud untuk meminang sang pujaan hatinya. Namun, maksud itu tak berbalas manis. Pria itu ditolak oleh ayahanda wanita pujaannya. Mimpi untuk bersanding lenyap. Hatinya hancur. Padahal, mereka telah melalui suka duka bersama sejauh ini. Padahal ia telah mengantongi profesi tentara untuk menjamin masa depan sang wanita. Namun apadaya, restu calon mertua tak didapat. Dengan perlahan dan tanpa mengurangi kesopanan, pria tersebut memilih mundur.
Nampaknya, pahit yang teramat sangat harus dirasakan oleh sang wanita. Lamaran ditolak tanpa sepengetahuannya. Mengingat, zaman dulu belum ada telepon seperti sekarang. Jadi sang wanita tak tahu jika sang pria akan melamarnya hari itu. Impiannya untuk segera memperoleh ikatan resmi pun musnah. Sembari kusutnya pikiran berkalut dalam kepalanya. Tanpa mengurangi kesopanan, ia menanyakan alasan penolakan kepada ayahandanya. Ahh, ternyata sang ayah tak setuju kalau putrinya menikah dengan seorang tentara. Tentara adalah 'budak' negara. Dia harus mau dan siap ditempatkan dimana saja, bahkan hingga di pelosok nusantara. Ternyata sang ayah tak ingin melihat putrinya sedih menahan rindu bila nanti tiba saatnya sang pria pergi bertugas. Bukan itu. Lebih tepatnya, sang ayah tak mau menahan rindu bila nanti putrinya ikut berkelana bersama suaminya.
Mungkin bagi anak saat ini, mereka akan menganggap orang tua seperti itu adalah orang tua egois. Menolak secara sepihak. Menolak tanpa mendapat izin dari putrinya. Padahal, yang nantinya akan berumah tangga adalah putrinya itu. Namun, wanita itu lain. Wanita itu adalah anak yang berbakti. Dengan harapan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat, tanpa mengurangi baktinya ia memilih untuk menerima keputusan lain. Ya, keputusan orang tuanya untuk mengenalkan wanita tersebut kepada pemuda pilihannya.
Kini, pria dan wanita itu telah memiliki kebahagiaan masing-masing. Sang pria telah dikaruniai 3 orang anak dengan istri tercintanya, dan sang wanita telah dikaruniai seorang anak yang lucu dengan suami tercintanya.
Berbahagialah, meskipun memang tak sesuai keinginan pada awalnya. Bahagialah kedua keluarga kecil tersebut dengan caranya masing-masing.
Namun singkat cerita, "wanita akan susah melupakan mantan kekasihnya" memang benar adanya. Meskipun tak semua wanita seperti itu, dan yang dapat seperti itu tak hanya wanita saja, namun wanita tersebut tampaknya sesuai dengan pepatah itu. Dia masih saja berkunjung ke rumah orang tua si pria. Sekedar bertamu, sekedar menanyakan kabar. Bahkan ketika ia mendapat kabar bahwa orang tua si pria sakit, ia tanpa pikir panjang segera menuju rumah orang tua pria tersebut. Obat secara cuma-cuma ia berikan, asalkan calon mertuanya pada zaman dulu dapat segera sembuh. Sembari tersenyum hangat, calon mertuanya dulu, mengucap terima kasih. Namun beliau sampai sekarang hanyalah calon mertua. Calon mertua yang selamanya tidak akan pernah berubah menjadi mertua baginya.
Meskipun dengan ikhlas tanpa pamrih membantu, yang mana merupakan sifatnya sebagai tenaga medis, terkadang orang sekelilingnya ikut merasakan sakit. Seberapa keras ia mencoba, seberapa dekat dia dengan keluarga sang pria, seberapa setujunya keluarga sang pria, kini, nasi telah menjadi bubur. Masa lalu tak akan pernah berubah, kecuali dunia paralel memang benar adanya.
Cerita cinta yang sedih. Sedih untuk mengingat bahwa, mereka hanyalah sebatas calon.
Sang pria adalah calon suami yang tak akan pernah berubah menjadi suami. Calon suami yang kini telah menjadi suami wanita lain. Calon suami yang kini kedua kata tersebut telah berubah menjadi masa lalu. Dan kesedihan yang menyakitkan adalah bahwasanya masa lalu itu masih menyisakan cinta dihati wanita tersebut. Ya, mereka cocok dan saling mencintai, tapi sayang, mereka tak berjodoh.
Kata orang, seorang wanita sulit melupakan mantan kekasihnya. Kisah ini nyata dialami seorang wanita, teman ibuku. Cerita tertumpah ditemani segelas teh manis, sembari memandang anak kecil bermain dengan lincah kesana kemari. Lucu sekali anak itu. yaa anak seusianya memang tak mungkin tertarik dengan kisah yang diceritakan ibunya kala itu.
"Cinta tak direstui".
Sejenak dengan membaca kalimat itu, kita merasa sakit. Ada sedikit perhelatan dalam pikiran, akankah cinta tak direstui selalu berakhir dengan tragedi? Atau, akankah kedua insan tersebut dapat bangkit kemudian berbahagia dengan jodohnya yang sejati? Tentu kita mengharap, yang terakhirlah yang akan terjadi.
Perlahan tergoreslah cerita tentang "cinta tak direstui" itu, bahwasanya ada dua sejoli yang pada waktu itu sedang mencoba mengukir asmara. Sepasang kekasih. Telah bersama dalam waktu cukup lama. Saling mengerti tentang kelebihan dan kekurangan masing-masing. Bahkan tak ada kata "cacat" dalam kamus mereka. Karena cacat itu telah melebur menjadi sempurna. Begitu manis kisah cinta mereka, semanis senyum wanita itu saat mengenangnya. Manis, ketika mereka mampu melewati masa-masa tak menyenangkan dalam catatan cintanya. Mereka bahagia tetap bisa bertahan setelah sekian banyak diterpa cobaan. Hingga tibalah saatnya mereka memutuskan untuk menjalani jenjang yang resmi. Pernikahan.
Dalam budaya kedua insan itu, sebelum menikah hendaklah sang pria menemui orang tua sang wanita guna meminta izin untuk meminang putrinya. Lamaran, istilahnya. Tak sembarangan sang pria memutuskan untuk melamar. Sang pria harus sudah siap mental, dan juga siap jika nanti pahitnya dia ditolak. Dengan berbekal pekerjaan sebagai tentara, dan restu dari orang tua, pria tersebut dengan mantap melangkahkan kaki menuju rumah sang wanita. Bismillahirrohmanirrohim.
Ditemani kicauan burung, dan sejuknya angin pedesaan, senyum tergambar di wajah gagah pria tersebut. Ahh, rupanya dia tak dapat menyembunyikan kebahagiaannya, hingga burungpun turut bernyanyi sepanjang jalan. Jauhnya jarak bahkan terasa singkat, setelah pria itu menyadari bahwa ia telah sampai pada rumah yang dituju. Kini, tibalah saatnya sang pria mengutarakan maksud yang mengantarkannya datang kesana..
Pembicaraan yang cukup santai, ditemani teh tubruk khas pedesaan. Selolah menjadi tradisi, ada teh ketika ada seseorang bertamu. Namun pria tersebut hanya dapat bertemu dengan orang tua si wanita, karena sang wanita kebetulan sedang menempuh pendidikan untuk menjadi seorang tenaga medis. Namun itu tak menggentarkan kepercayaan diri sang pria untuk mengutarakan niatnya, bermaksud untuk meminang sang pujaan hatinya. Namun, maksud itu tak berbalas manis. Pria itu ditolak oleh ayahanda wanita pujaannya. Mimpi untuk bersanding lenyap. Hatinya hancur. Padahal, mereka telah melalui suka duka bersama sejauh ini. Padahal ia telah mengantongi profesi tentara untuk menjamin masa depan sang wanita. Namun apadaya, restu calon mertua tak didapat. Dengan perlahan dan tanpa mengurangi kesopanan, pria tersebut memilih mundur.
Nampaknya, pahit yang teramat sangat harus dirasakan oleh sang wanita. Lamaran ditolak tanpa sepengetahuannya. Mengingat, zaman dulu belum ada telepon seperti sekarang. Jadi sang wanita tak tahu jika sang pria akan melamarnya hari itu. Impiannya untuk segera memperoleh ikatan resmi pun musnah. Sembari kusutnya pikiran berkalut dalam kepalanya. Tanpa mengurangi kesopanan, ia menanyakan alasan penolakan kepada ayahandanya. Ahh, ternyata sang ayah tak setuju kalau putrinya menikah dengan seorang tentara. Tentara adalah 'budak' negara. Dia harus mau dan siap ditempatkan dimana saja, bahkan hingga di pelosok nusantara. Ternyata sang ayah tak ingin melihat putrinya sedih menahan rindu bila nanti tiba saatnya sang pria pergi bertugas. Bukan itu. Lebih tepatnya, sang ayah tak mau menahan rindu bila nanti putrinya ikut berkelana bersama suaminya.
Mungkin bagi anak saat ini, mereka akan menganggap orang tua seperti itu adalah orang tua egois. Menolak secara sepihak. Menolak tanpa mendapat izin dari putrinya. Padahal, yang nantinya akan berumah tangga adalah putrinya itu. Namun, wanita itu lain. Wanita itu adalah anak yang berbakti. Dengan harapan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat, tanpa mengurangi baktinya ia memilih untuk menerima keputusan lain. Ya, keputusan orang tuanya untuk mengenalkan wanita tersebut kepada pemuda pilihannya.
Kini, pria dan wanita itu telah memiliki kebahagiaan masing-masing. Sang pria telah dikaruniai 3 orang anak dengan istri tercintanya, dan sang wanita telah dikaruniai seorang anak yang lucu dengan suami tercintanya.
Berbahagialah, meskipun memang tak sesuai keinginan pada awalnya. Bahagialah kedua keluarga kecil tersebut dengan caranya masing-masing.
Namun singkat cerita, "wanita akan susah melupakan mantan kekasihnya" memang benar adanya. Meskipun tak semua wanita seperti itu, dan yang dapat seperti itu tak hanya wanita saja, namun wanita tersebut tampaknya sesuai dengan pepatah itu. Dia masih saja berkunjung ke rumah orang tua si pria. Sekedar bertamu, sekedar menanyakan kabar. Bahkan ketika ia mendapat kabar bahwa orang tua si pria sakit, ia tanpa pikir panjang segera menuju rumah orang tua pria tersebut. Obat secara cuma-cuma ia berikan, asalkan calon mertuanya pada zaman dulu dapat segera sembuh. Sembari tersenyum hangat, calon mertuanya dulu, mengucap terima kasih. Namun beliau sampai sekarang hanyalah calon mertua. Calon mertua yang selamanya tidak akan pernah berubah menjadi mertua baginya.
Meskipun dengan ikhlas tanpa pamrih membantu, yang mana merupakan sifatnya sebagai tenaga medis, terkadang orang sekelilingnya ikut merasakan sakit. Seberapa keras ia mencoba, seberapa dekat dia dengan keluarga sang pria, seberapa setujunya keluarga sang pria, kini, nasi telah menjadi bubur. Masa lalu tak akan pernah berubah, kecuali dunia paralel memang benar adanya.
Cerita cinta yang sedih. Sedih untuk mengingat bahwa, mereka hanyalah sebatas calon.
Sang pria adalah calon suami yang tak akan pernah berubah menjadi suami. Calon suami yang kini telah menjadi suami wanita lain. Calon suami yang kini kedua kata tersebut telah berubah menjadi masa lalu. Dan kesedihan yang menyakitkan adalah bahwasanya masa lalu itu masih menyisakan cinta dihati wanita tersebut. Ya, mereka cocok dan saling mencintai, tapi sayang, mereka tak berjodoh.
Tumben mi.. galav? 0.0
BalasHapus